Selasa, 30 Oktober 2012
I miss you.. Miss you so bad..
Aku benar-benar bahagia beberapa tahun ini, ketika aku harus menikmati takdir dipertemukan oleh orang yang amat sangat mencintaiku. Fahbi. Malaikat menancapkan panah ketika kami pertamakali bertemu, walaupun belum saat itu aku menyadarinya. Serasa setiap hari aku harus dilandasi rasa bersemangat berangkat sekolah. Semangat untuk selalu menjalani hari-hari dengan senyuman. Aku sangat malu ketika pertama kali dia memberikan perhatiannya padaku. Hari pertama, kedua, ketiga.. bla bla bla hingga satu bulan berlalu, dia berhasil mencuri hatiku. Mencuri tempat di hati ini yang kosong. Menjadikan hari-hari lebih berwarna. Membuatku seperti ratu. Membuat aku lebih berguna di dunia ini. Aku bisa melihat ketulusan di matanya. Aku beruntung. Sungguh beruntung. Ia adalah anak yang baik. Baik dalam bergaul. Baik dalam sopan-santun. Aku sekarang tidak perlu lagi merasa iri ketika ada banyak temanku yang sudah memiliki pasangan namun kau belum, kini aku justru lebih bahagia dan lebih merasa dihargai. Setiap bulan, setiap tanggal 19, dia selalu datang ke kelasku, mengusir teman sebangkuku, dia duduk di sebelahku, membawakan bunga Baby's Breath Flower, dan mengucapkan "Terimakasih dan Maaf. Terimakasih sudah menjaga segalanya sampai di bulan ke-.. ini. Maaf untuk semua kekuranganku. Aku janji merubahnya" dia katakan itu dengan lirih dan membuat aku ingin menagis bahagia. Dan akupun mengtakan hal yang sama. Lalu kamu berdua pergi mencari es krim ketika pulang sekolah, 1 es krim untuk berdua. Masih ingat aku ketika pada hari jadi di bulan ke 9. Motornya mogok karena kehabisan bensin. Kehabisan bensin karena saking asyiknya di perjalanan mengobrol denganku lalu tiba-tiba, motor berhenti. Ditengah jalan raya pula. Tak ayal kami jadi ocehan pengguna-pengguna jalan. Ada yang marah, ada yang berkata. "Cieeeee". Kami berusaha meminggirkan motor, namun susah, karena motor yang lain tidak mau mengalah, dan saling menyalahkan kami. Apalagi mata si penjual tahu yang marah itu. Bbeuh, serem!. Menuntunlah kami jadinya. Kurang lebih satu kilometer baru sampai di pom bensin. Aku kasihan dengan Fabi. Aku tidak boleh ikut jalan dan menuntun. Dia hanya menyuruhku naik diatas motor. Diam dan menyemangatinya saja dari atas selagi dia menuntun. Kami minum sebentar di cafetaria.
"Capek?" tanyanya.
"Kamu capek?"
"Aku tanya duluan, kamu capek?"
"Loh aku juga tanya doang kok, Kamu capek?"
"Aku duluan yang tanya"
"Yaudah aku capek"
"Bbeuh capek apa coba?"
"Eh aku nyemangatin 'Semangat Fabi, Ayo semangat' dari tempat mogok sampek sini, capek tuh"
"Tapi masih capek"
"Capek apaan coba? Bbeuh!"
"Emang situ nggak berat gitu?"
"Katanya aku cungkring.Ya nggak berat kan?"
"Cungkring jempolnya"
"Daripada situ cungkring idungnya"
"Enak aja, situ juga tuh"
"......" Dan hari itu, di diariku, menyenangkan sekali, bersamamu :)
Berbulan-bulan... Berganti hari..
Kami semakin kuatdan lengket. Tiada jamu, tiada resep. Hanya menjalani dengan bahagia, kami bisa bertahan satu tahun. Dengan berbagai cerita yang lucu. Dengan segala usahanya yang selalu ingin membuatku tersenyum. Dengan segala keromantisannya. Mulai membawakupada perasaan yang lebih dalam. Aku makin mencintainya. Makin meyakini, dia untukku selamanya. Meyakini bahwa kami akan sampai tua nanti, meyakini bahwa kita akan bahagia selamanya. Segala pertengkaran kami, selalu berakhir dengan dia yang menengahi. Dia memang dewasa. Dia memang indah. Dia memang yang terbaik. Keadaan yang selalu seperti itu membuatku menjadi jatuh dan gelisah ketika dia tidak masuk selama satu minggu. Aku menelepon, tiada respon. Aku sms, tiada balasan, aku kerumahnya, tiada yang membukakan pintu.
Aku berusaha tenang, dulu sebelum dia menghilang dia pernah bilang akan pergi ke kawinan saudaranya di Jerman dalam waktu dekat ini. Mungkin begitu. Dan tiada waktu menghiraukanku karena aia pasti sangat bahagia disana. Jerman adalah kota impiannya. Ya, mungkin begitu.
Dua minggu berlalu, sedikit ada titik terang, pagarnya terbuka. Aku masuk, dan ternyata itu hanyalah petugas pengecek listrik. Dimana dia? Dimana?? Aku semakin gelisah kalu begini. Aku semakin risau. Serasa aku tidak diperdulikan lagi, serasa aku tidak lagi penting. Kemanapun, harusnya ia memberiku kabar. Komunikasi. Apa susahnya? Egois!
Dua hari kemudian,
kriiiiing!!!!
bel berbunyi. Aku malas sekali membuka pintu. Kubiarkan karena mungkin Bunda yang membukakannya. Namun suara itu terus berlanjut, semakin keras dan membuatku kesal. Akhirnya aku membukanya dan taraaaa!!!!!
"Happy birthday to you. Happy birthday to you Happy birthday Happy Birthday Happy Birthday to you..."
Teman-temanku memberiku kejutan. Oh, senangnya. Aku benar-benar terharu. Speechless aku hanya bisa menutup mulut terharu dan bahagia.
Aku masih dengan wajah penuh belek, rambut berantakan, mereka memotoku mengerjaiku, mengacak acak rambutku.
"Aku punya hadiah buat kamu. Tutup mulut yaaa. Eh tutup mataa..!"
1.......2.......3...... taraaaaaaaaaaaaa
Datanglah seorang pangeran yang gagah, bagiku ia membawa kuda putih dan wajahnya sangat cerah. Fabi. Fabi yang meninggalkanku dua minggu dua hari. Fabi yang tidak peduli denganku selama dua minggu dua hari. Fabi yang lupa denganku dua minggu dua hari. Tiba-tiba datang tanpa dosa. Tersenyum padaku dengan manisnya. Oh, aku ingin menamparnya, namun aku ingin memeluknya. Seketika aku menutup pintu. Aku masuk rumah. Aku berniat marah hari ini. Biar dia sadar. Aku merasa tidak diperdulikan.
Gemuruh anak-anak di luar. Aku tidak peduli. Aku tidak dipedulikannya selama beberapa minggu. Aku juga bisa. Dan terdengarlah suaranya. "Rein, aku pergi ke Jerman mendadak. Disana kami sekeluarga harus mempersiapkan pernikahan. Aku menjadi MC, aku harus belajar membacanya, aku berlatih disana. Ya, aku juga berlibur. Kamu tahu kan? Itu yang aku impikan. Aku tidak menghubungi, aku kehilangan HP di bandara, dan nomermu, dari sana tidak bisa terhubung. Maaf, aku tau aku salah. Maaf Rein. Buka pintunya, Aku kangen "
Dia kangen? Ah, aku harus tahan. Aku harus tahan. Dua minggu dua hari. Itu tidak sebentar. Aku marah sekarang. Aku harus konsisten. Aku tidak peduli, lebih baik aku tidur saja.
Keesokan harinya..
Aku harus naik bis, karena aku tidak mau di jemput oleh Fabi. Pagi-pagi aku berangkat. Tapi dia sudah di depan rumah. Oh, sebalnya. Aku hanya berjalan ke halte dan tidak memperdulikannya.
Begitupun di sekolah. Aku hanya diam, menganggap dia tiad ada disebelahku. Aku santai mengobrol dengan temanku. Tak memperdulikannya. Kejamnya.
Sudah tiga hari aku marah.
Hari ini aku naik bis lagi, dia tidak ada di depan rumah. Oke, aku berangkat dengan hati campur aduk, kesal, sedih, gelisah bla bla bla. Aku sudah naik bis dan ternyata ada yang meneriaki namaku. "Rein, Rein aku disini. Rein !!"
Oh itu Fabi. Ah, aku masih ingin tidak peduli. Ya, aku tidak peduli.
Kupasang headset, kutenangkan diriku. Tiba-tiba orang yangduduk di sebelahku beranjak berdiri, menoleh ke belakang. Kudengar samar samar suara orang orang mengatakan bahwa ada kecelakaan. Aku mencopot headsetku. Mereka bilang anak SMA. Aku gemetar. Aku melihat dari jauh. Dan itu motor Fabi. Ya, itu Fabi, kekasihku, bukan orang lain.
Aku turun. Aku berlari. Berlari sekuat kuatnya walaupun aku tidak sanggup. Aku benar-benar hancur, tangisanku terdengar kemana-mana. Aku merasa sudah diujung tanduk. Hatiku gemetar ketika akansampai di tempat. Hatiku hancur. Ya Allah itu Fabi. Itu dia. Dia tergeletak tanpa gerak disana. Hatiku ngilu. Aku tak mampu melakukan gerakan apapun. Aku hanya menangis tanpa suara, diam, gemetar. Aku jatuh di tempat.
Fabi sudah gemetaran. Seakan di depannya sudah malaikat maut. Aku meratapi. Aku menangis bergetar. Nafasku tak teratur. Masa depanku. Belahan hidupku. Orang yang amat aku cintai. Orang yangamat mencintaiku. Yang selalu ada di hidupku. Pergi. Selamanya.
Seluruh isi jiwaku menangis. Satu sisi menyalahkanku, mengapa harus marah? Satu sisi berkata, inilah takdirmu dan takdir dia. Bahwa memang orang yang kamu cintai dan mencintai kamu akan menjadi seperti ini. Marah atau tidak pun aku, dia akan seperti ini. Dua tahun bulan, kami bersama. Dengan segala rasa. Takdir memisahkan. Aku tak bisa apa-apa. Hanya bisa berdoa, berdoa agar kita bertemu di surga.
Aku merindukanmu, Fabi. Meirndukanmu Merindukanmu Merindukanmu. Selamanya aku akan merindukanmu. Semoga kamu bahagia disana. Maafkan aku, dan terimakasih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar